Kali ini sebuah cerita bersejarah yang letak tempatnya itu tak jauh dari rumah q. Yuuk langsung baca aja....
Semburan lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo ternyata bukan pertama. Pasalnya, jauh sebelum tragedi itu, sudah terjadi semburan serupa di Desa Buncitan, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, tepatnya areal berdirinya Candi Tawangalun.
Semburan di Buncitan hingga kini masih terus aktif. Hanya saja, volumenya kecil sekali. Meski demikian, ternyata dari semburan tersebut, telah membentuk sebuah gunung kecil. Bahkan luberan lumpurnya menggenangi areal tanah seluas satu hektare. “Banyak orang yang mengambil tanah dari sana. Hingga timbunannya tidak terlalu tinggi. Jika tidak ada yang mengambil dari dulu, mungkin sekarang sudah menjadi bukit,” kata Saiful Munir juru kunci Candi Tawangalun.
Diperkirakan, semburan lumpur tersebut sudah ada sejak Kerajaan Majapahit. Konon, akibat semburan itulah di lokasi setempat dibangun Candi Tawangalun sebagai tempat ritual pemujaan. Dimungkinkan, ritual tersebut dijadikan sebagai usaha untuk berdoa kepada Tuhan guna meminta keselamatan dari bencana semburan lumpur. Yang jelas, meski banyak sumber yang mengeluarkan lumpur bak lumpur panas Lapindo, namun dampak yang ditimbulkan tidak sehebat di Porong.
Kini, kondisi Candi Tawangalun tampak tidak terawat. Bangunannya hanya tinggal separuh bagian, sedangkan bagian lain sudah menjadi puing-puing. Menurut Saiful Munir, kerusakan candi karena kurang perhatian dari pemerintah. Selain itu, kesadaran warga untuk merawat situs-situs bersejarah juga masih rendah. Padahal, candi Tawangalun merupakan tinggalan nenek moyang yang seharusnya dilestarikan.
Kondisi ini, tentu saja, sangat berbeda dengan Candi Pari atau Candi Sumur di Kecamatan Porong. Bangunannya masih cukup meyakinkan, masih terlihat sosok aslinya, sebagai candi.
Candi Tawangalun ini sengaja dibangun sebagai persembahan dan tanda cinta kasih kepada sang selir. Luar biasa! “Zaman sekarang mana ada cowok yang mau buat candi atau rumah untuk ceweknya? Makanya, cinta anak-anak zaman sekarang tidak ada yang abadi. Cintanya instan dan langsung hilang, hehehe
Menurut cerita tutur yang dipercaya warga setempat, di wilayah Candi Tawangalun berdiri, dulu berkuasa raja yang sakti mandraguna. Dia bernama Resi Tawangalun. Konon, raja tersebut tidak ‘berasal dari bangsa manusia, tapi dari bangsa jin.
Wilayah ini dulu dikuasai buto. Bahkan Kerajaan Majapahit sendiri tidak bisa menguasai daerah sini. Namun, pada perjalanan selanjutnya, sang buto tersebut mempunyai seorang gadis. Nah, gadis ini ternyata memendam rasa cinta pada Raja Brawijaya penguasa Kerajaan Majapahit. Untuk mewujudkan cinta anaknya ini menjadi selir raja, maka buto atau raksasa tersebut menyulap anaknya menjadi putri yang sangat cantik. Walhasil, Raja Brawijaya pun terpikat pada kecantikannya dan kemudian menyunting sebagai selir. Beberapa tahun putri tesebut menjadi selir Raja Brawijaya. Hidupnya bahagia dan berkelimang harta. Apa saja yang diminta, sang raja selalu mengabulkan.
Namun apes, suatu hari seorang dayang istana mendapati putri makan daging mentah. Kelakuan aneh putri pun menjadi bahan perbincangan di kerajaan. Hingga raja sendiri kemudian mengusir selirnya itu dari Majapahit.
“Maka terbongkarlah kedok sang putri. Keluarga kerajaan pun mengetahui bahwa putri tersebut bukan manusia, tapi bangsa raksasa,” terang Saiful. Meski rasa cinta raja pada selirnya sangat besar, namun apa yang dilakukan sang selir sudah keterlaluan. Hingga Raja Brawijaya pun mengusir selirnya itu dari istananya. Celakanya, saat diusir dari istana, selir dalam keadaan hamil tua. Dengan cucuran air mata, ia kemudian kembali ke Tawangalun.
Dengan penuh penderitaan, putri Resi Tawangalun tersebut menantikan kelahiran bayinya ke dunia. Nah, saat bayi itu terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, diberi nama Joko Dila atau Arya Damar.
Sejak kecil Arya Damar diasuh oleh ibunya dan kakeknya. Dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Namun, berkat gemblengan dari kakeknya, Arya Damar tumbuh menjadi sosok yang sakti.
Saat dewasa, Aryo Damar pun kembali menanyakan perihal siapa ayahnya. Karena dirasa sudah dewasa dan sudah waktunya menceritakan rahasia yang tersimpan. Ibu Arya Damar kemudian menceritakan siapa sebenarnya ayah dari anak kesayangannya itu.
Mendengar cerita dari ibunya, Aryo Damar sangat terkejut. Dia tidak menyangka jika dirinya masih keturunan dari Raja Majapahit. Dengan niat menemui ayahnya, Aryo Damar lantas pergi ke Majapahit. Namun, bukannya sambutan baik yang didapat, malah Aryo Damar diusir dari Majapahit. Karena kecewa dengan perlakuan ayahnya, Aryo Damar pun balik ke Tawangalun dan bertapa di Candi Tawangalun hingga muksa. “Menurut beberapa orang pintar, pada tahun ini Aryo Damar akan muncul kembali. Kapan dan di mana? Entahlah,,,
Cari tau artikel Candi-candi di sidoarjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar